Sabtu, 20 Oktober 2012

SEJARAH PPNI


A.SEJARAH PPNI          
  
               Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) adalah perhimpunan seluruh perawat indonesia, didirikan pada Tanggal 17 Maret 1974. Kebulatan tekad spirit yang sama dicetuskan oleh perintis perawat bahwa tenaga keperawatan harus berada pada wadah / organisasi nasional (fusi dan federasi). Sebagai fusi dari beberapa organisasi yang ada sebelumnya, PPNI mengalami beberapa kali perubahan baik dalam bentuknya maupun namanya. Embrio PPNI adalah Perkumpulan Kaum Velpleger Boemibatera (PKVB) yang didirikan pada tahun 1921. Pada saat itu profesi perawat sangat dihormati oleh masyarakat berkenaan dengan tugas mulia yang dilaksanakan dalam merawat orang sakit. Lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928 mendorong perubahan nama PKVB menjadi Perkumpulan Kaum Velpleger Indonesia (PKVI). Pergantian kata Boemibatera menjadi Indonesia pada PKVI bertahan hingga tahun 1942. Pada masa penjajahan Jepang perkembangan keperawatan di Indonesia mengalami kemunduran dan merupakan zaman kegelapan bagi bagi keperawatan Indonesia. Pelayanan keperawatan dikerjakan oleh orang yang tidak memahami ilmu keperawatan, demikian pula organisasi profesi tidak jelas keberadaannya.
              Bersama dengan Proklamasi 17 Agusutus 1945, tumbuh Organisasi Profesi Keperawatan. Setidaknya ada tiga organisasi profesi antara tahun 1945 – 1954 yaitu Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Djuru Rawat Islam (PENJURAIS) dan Serikat Buruh Kesehatan (SBK). Pada tahun 1951 terjadi pembaharuan organisasi profesi keperawatan yaitu terjadi fusi organisasi profesi yang ada menjadi Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI). sebagai upaya konsolidasi organisasi profesi tanpa mengikutsertakan Serikat Buruh Kesehatan (SBK) karena terlibat dengan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
              Dalam kurun waktu 1951 – 1958 diadakan Kongres di Bandung dengan mengubah nama PDKI menjadi Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan Indonesia (PPDKI) dengan keanggotaan bukan dari perawat saja. Demikian pula pada tahun 1959 – 1974, terjadi pengelompokan organisasi keperawatan kecuali Serikat Buruh Kesehatan (SBK) bergabung menjadi satu organisasi Profesi tingkat Nasional dengan nama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Nama inilah yang resmi dipakai sebagai nama Organisasi Profesi Keperawatan di Indonesia hingga saat ini.
Nama – nama pendiri PPNI antara lain:
Oyoh Radiat, MSc dari IPI – Jakarta (PB)
1.     H.B. Barnas dari IPI – Jakarta (PB)
2.     Maskoep Soerjo Soemantri dari IPI – Jakarta (PB)
3.     J. Soewardi dari Persatuan Perawat Indonesia Bandung
4.     Sjuamsunir Adam dari Persatuan Perawat Indonesia  Bandung
5.     L. Harningsih dari Persatuan Perawat Indonesia Bandung
6.     Wim Sumarandek, SH dari Persatuan Perawat Indonesia Bandung

            Kongres Pertama (I) dibuka oleh Menkes RI di Balai Sidang Senayan Jakarta dan sidang – sidang dilaksanakan di Komplek Angkatan Laut jalan Kwini Jakarta Pusat berlangsung pada tanggal 15 – 20 Nopember 1976 dengan hasil – hasil Konggres:
1.     Kode Etik Keperawatan Indonesia
2.     AD / ART PPNI
3.     Garis – Garis Besar Program Kerja PPNI
4.     Bendera dan Lambang Organisasi
5.     Pergantian Kepengurusan:
       Ketua       : Oyoh Radiat, MSc
       Sekretaris : Maskoep Soerjo Soemantri
       Sekretariat : Jalan Kimia 10 Jakarta Pusat

               Konggres Kedua (II) dilaksanakan pada tanggal 17 – 21 Juni 1980 di Surabaya The Smilling Nurse Oyoh Radiat, MSc terpilih kembali sebagai ketua dan telah terjadi regenerasi walaupun masih terbatas. Keperawatan sebagai pendidikan tinggi mulai dibicarakan lebih inten, konsep keperawatan sebagai profesi belum tergali dengan baik, kontak dengan International Council Nurse (ICN) telah diprakarsai walupun belum inten dan efektif.
Hasil keputusan Kongres:
1.      AD / ART PPNI
2.      Garis – Garis Besar Program Kerja PPNI
3.      Penetapan Kepengurusan:
         Ketua       : Oyoh Radiat, MSc
         Sekretaris : Maskoep Soerjo Soemantri
         Sekretariat : Jalan Kimia 10 Jakarta Pusat

              Konggres Ketiga (III) dilaksanakan pada tanggal 15 – 18 Desember 1984 di Jakarta. Konggres ini dibuka di Istana Negara oleh Presiden RI Bapak Soeharto, sidang ilmiah dan organisasi dilaksanakan di Wisma Wiladatika / Panti Usila Cibubur Jakarta Timur.
Hasil Konggres Ketiga adalah:
1.      AD / ART PPNI
2.      Garis – Garis Besar Program Kerja PPNI
3.      Pergantian Kepengurusan:
             Ketua       : Oyoh Radiat, MSc
             Sekretaris : Drs. Husein, SKM
1.                  Sekretariat : Jalan Kimia 10 Jakarta Pusat
     Pada Konggres Ketiga ini diadakan penyempurnaan AD / ART ang intinya adalah mengganti istilah:
1.     Konggres Nasional menjadi Musyawarah Nasional
2.     Pengurus Besar menjadi Dewan Pimpinan Pusat
3.     Pengurus Wilayah menjadi Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I
4.     Pengurus Cabang menjadi Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II

               Musyawarah Nasional Keempat (IV) berlangsung pada tanggal 27 Nopember – 1 Desember 1989 dibuka oleh Gubernur Jawa Tengah. Hasil yang disepakati pada Munas IV ini adalah:
1.                 AD / ART PPNI
2.                 Garis – Garis Besar Program Kerja PPNI
3.                 Pergantian Kepengurusan:
                    Ketua       : Setien Wuntu, MPH
                    Sekretaris : Drs. Zaidin Ali
1.                  Sekretariat : Pusdiklat Depkes RI Jl. Hangjabat Kebayoran Baru Jakarta Selatan
     Dalam Munas IV ini telah diputuskan “Ikrar Perawat Indonesia”
            Musyawarah Nasional Kelima (V) dilaksanakan pada tanggal 5 – 29 Januari 1995 bertempat di Wisma Haji Pondok Gede Jakarta Timur. Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Presiden RI Bapak Tri Sutrisno. Sidang – sidang ilmiah dan organisasi juga diselenggarakan di Wisma Haji Jakarta.
Hasil Munas Kelima adalah:
1.     AD / ART PPNI
2.     Garis – Garis Besar Program Kerja PPNI
3.     Pergantian Kepengurusan:
                        Ketua        : Drs. Husein, SKM
                        Sekretaris : Drs. Zaidin Ali
                        Sekretariat : Jalan Kimia 10 Jakarta Pusat

          Musyawarah Nasional Keenam (VI) diselenggarakan di Bandung pada tanggal 16 – 18 April 2000, Munas dibuka oleh Menteri Kesehatan RI Bapak dr. Sujudi, MPH.
Hasil kesepakatan Munas VI antara lain:
1.     AD / ART PPNI
2.     Garis – Garis Program Kerja PPNI
3.     13 Keputusan dan Rekomendasi diantaranya:
            Kode Etik Keperawatan Indonesia
1.     Legislasi Praktek Keperawatan
2.     Dewan Pimpinan Pusat diganti Dewan Pengurus Pusat
3.     Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I diganti Pengurus Propinsi
4.     Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II diganti Pengurus Kabupaten / Kota

1.      Pergantian Kepengurusan :
                              Ketua        : Achir Yani S. Hamid, DNSc
                              Sekretaris : Dra. Herawani Aziz, M. Kes., M. Kep.
                              Sekretariat : Jalan Kimia 10 Jakarta Pusat
       Musyawarah Nasional Ketujuh (VII) dilaksanakan pada tanggal 24 – 28 Juli 2005 di Menado Convention Centre (MCC) Jalan Piere Tendean Boulevard Manado.
sumber : Buku Panduan Organisasi Profesi Persatuan Perawat Nasional Indonesia Tahun 2006 oleh Pengurus Propinsi PPNI Jawa Timur
 B.Definisi  PPNI
               Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) adalah perhimpunan seluruh perawat indonesia, didirikan pada Tanggal 17 Maret 1974. Kebulatan tekad spirit yang sama dicetuskan oleh perintis perawat bahwa tenaga keperawatan harus berada pada wadah / organisasi nasional (fusi dan federasi). Sebagai fusi dari beberapa organisasi yang ada sebelumnya, PPNI mengalami beberapa kali perubahan baik dalam bentuknya maupun namanya. Embrio PPNI adalah Perkumpulan Kaum Velpleger Boemibatera (PKVB) yang didirikan pada tahun 1921. Pada saat itu profesi perawat sangat dihormati oleh masyarakat berkenaan dengan tugas mulia yang dilaksanakan dalam merawat orang sakit. Lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928 mendorong perubahan nama PKVB menjadi Perkumpulan Kaum Velpleger Indonesia (PKVI). Pergantian kata Boemibatera menjadi Indonesia pada PKVI bertahan hingga tahun 1942. Pada masa penjajahan Jepang perkembangan keperawatan di Indonesia mengalami kemunduran dan merupakan zaman kegelapan bagi bagi keperawatan Indonesia. Pelayanan keperawatan dikerjakan oleh orang yang tidak memahami ilmu keperawatan, demikian pula organisasi profesi tidak jelas keberadaannya.

         Bersama dengan Proklamasi 17 Agusutus 1945, tumbuh Organisasi Profesi Keperawatan. Setidaknya ada tiga organisasi profesi antara tahun 1945 – 1954 yaitu Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Djuru Rawat Islam (PENJURAIS) dan Serikat Buruh Kesehatan (SBK). Pada tahun 1951 terjadi pembaharuan organisasi profesi keperawatan yaitu terjadi fusi organisasi profesi yang ada menjadi Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI). sebagai upaya konsolidasi organisasi profesi tanpa mengikutsertakan Serikat Buruh Kesehatan (SBK) karena terlibat dengan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam kurun waktu 1951 – 1958 diadakan Kongres di Bandung dengan mengubah nama PDKI menjadi Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan Indonesia (PPDKI) dengan keanggotaan bukan dari perawat saja. Demikian pula pada tahun 1959 – 1974, terjadi pengelompokan organisasi keperawatan kecuali Serikat Buruh Kesehatan (SBK) bergabung menjadi satu organisasi Profesi tingkat Nasional dengan nama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Nama inilah yang resmi dipakai sebagai nama Organisasi Profesi Keperawatan di Indonesia hingga saat ini.
Tujuan dan Objektif PPNI
Sebagai organisasi profesi yang berorientasi pada kebutuhan kesehatan masyarakat, yang tercermin dalam rencana strategik PPNI yang meliputi :
1.      Terwujudnya Undang-Undang Praktik Keperawatan serta berfungsinya Konsil Keperawatan Indonesia dalam rangka menjamin perlindungan terhadap masyarakat dan profesi keperawatan.
2.      Bersatunya perawat yang komit dengan kepemimpinan yang kuat untuk membawa perubahan terhadap pendidikan dan pelayanan keperawatan
3.      Terbentuknya Sistem Penghargaan dan Jejaring Karir Professional bagi perawat yang didukung oleh Sistem Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan yang kuat.
4.      Terwujudnya Pusat Sistem Informasi Keperawatan Indonesia.
5.      Meningkatnya kinerja organisasi profesi keperawatan dengan Pengurus Pusat yang kuat.
6.      Meningkatnya citra perawat profesional.

C.Visi dan Misi PPNI
PPNI telah mendefinisikan visi dan misi yang direfleksikan di dalam Rencana Bisnis PPNI (2002-2010).
a.Visi:
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai wadah nasional yang memiliki kekuatan suara komunitas keperawatan dan peduli terhadap pemberian pelayanan/asuhan keperawatan yang bermutu bagi kepentingan masyarakat.
b.Misi:
1.      Menguatkan manajemen dan kepemimpinan PPNI untuk mencapai organisasi yang berwibawa jejaring yang kuat di tingkat kepengurusan Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Komisariat.
2.      Mendukung perawat Indonesia untuk melakukan praktik keperawatan yang aman, kompeten dan professional bagi masyarakat Indonesia.
3.      Menjadi pintu gerbang standar keperawatan regional dan internasional.
D.Keanggotaan PPNI
                PPNI mempunyai 3 jenis keanggotaan yaitu: Anggota Penuh, Anggota Muda, Anggota Kehormatan. Semua kategori perawat dapat menjadi anggota PPNI. Pada tahun 2002, PPNI mempunyai kepengurusan daerah sebanyak 29 pengurus tingkat provinsi, 336 pengurus tingkat kabupaten/kota dan lebih dari 2500 pengurus tingkat komisariat. Menurut hasil laporan sensuses bulan Maret 2002, terdapat 69.938 (27.97%) dari total 250.000 perawat termasuk perawat vocational dari 25 total 28 provinsi adalah anggota PPNI. Sekarang PPNI mempunyai 29 pengurus tingkat provinsi dari 30 provinsi yang ada. Provinsi baru, yaitu Bangka and Belitung dalam dua bulan ke depan akan mempunyai Kepengurusan tngkat provinsi. Dan kemudian, semua struktur PPNI akan meliputi semua daerah yang ada di Indonesia untuk memperkuat jaringan kerja PPNI.


Untuk lebih jelas, KLIK »»  

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT


PERAN DAN FUNGSI PERAWAT

PeranPerawat :

1. PeransebagaipemberiAsuhanKeperawatan.
Peransebagaipemberiasuhankeperawataninidapatdilakukanperawatdenganmemeprhatikankeadaankebutuhandasarmanusia yang dibutuhkanmelaluipemberianpelayanankeperawatandenganmenggunakan proses keperawatansehinggadapatditentukan diagnosis keperawatan agar bias direncakandandilaksanakantindakan yang tepatsesuaidengantingkatkebutuhandasarmanusia, kemudiandapatdievaluasitingkatperkembangannya. Pemberianasuhankeperawataninidilakukandari yang sederhanasampaidengankompleks.

10 FaktorAsuhandalamKeperawatan :
1. Menunjukkan system nilaikemanusiandanaltruisme.
2. Memberiharapandengan :
- mengembangkansikapdalammembinahubungandenganklien
- memfalitasiuntukoptimis
- percayadanpenuhharapan
3. Menunjukkansensivitasantarasatudengan yang lain.
4. Mengembangkanhubungansalingpercaya :komunikasiefektif, empati, danhangat.
5. Ekspresiperasaanpositifdan negative melaluitukarpendapattentangperasaan.
6. Menggunakan proses pemecahanmesalah yang kreatif
7. Meningkatkanhubungan interpersonal dan proses belajarmengajar
8. Memeberi support, perlindungan, koreksi mental, sosiokulturaldanlingkungan spiritual
9. Membantudalampemenuhankebutuhandasarmanusia
10.Melibatkaneksistensifenomenaaspek spiritual.

KekuatandalamAsuhan :
1. AspekTransformasi
Perawatmembantuklienuntukmengontrolperasaannyadanberpartisipasiaktifdalamasuhan.
2. Integrasiasuhan
Engintegrasikanindividukedalamsosialnya.
3. AspekPembelaan
4. AspekpenyembuhanàMembatuklienmemilih support social, emosional, spiritual.
5. AspekPartisipasi.
6. Pemecahanmasalahdenganmetodailmiah.

2. PeranSebagaiAdvokat ( Pembela) Klien
Peraninidilakukanperawatdalammembantukliendankeluargadalammeninterpretasikanberbagiainformasidaripemberipelayananatauinformasi lain khususnyadalampengambilanpersetujuanatastindakankeperawatan yang diberikankepadapasiennya, jugadapatberperanmempertahankandanmelindungihak-hakpasien yang meliputihakataspelayanansebaik-baiknya, hakatasinformasitentangpenyakitnya, hakatasprivasi, hakuntukmenentukannasibnyasendiridanhakuntukmenerimagantirugiakibatkelalaian.

3. PeranSebagaiEdukator
Peraninidilakukanuntuk :
1. Meningkatkantingkatpengetahuankesehatandankemampuanklienmengatasikesehatanya.
2. Perawatmemberiinformasidanmeningkatkanperubahanperilakuklien

4. PeranSebagaiKoordinator
Peraninidilaksanakandenganmengarahkan, merencanakansertamengorganisasipelayanankesehatandaritimkesehatansehinggapemeberianpelayanankesehatandapatterarahsertasesuaidengankebutuhanklien.
TujuanPerawatsebagicoordinator adalah :
a. Untukmemenuhiasuhankesehatansecaraefektif, efisiendanmenguntungkanklien.
b. Pengaturanwaktudanseluruhaktifitasataupenangananpadaklien.
c. Menggunakanketerampilanperawatuntuk :
- merencanakan
- mengorganisasikan
- mengarahkan
- mengontrol

5. PeranSebagaiKolaborator
Perawatdisinidilakukankarenaperawatbekerjamelaluitimkesehatan yang terdiridaridokterfisioterapis, ahligizi, dan lain-lain denganberupayamengidentifikasipelayanankeperawatan yang diperlukantermasukdiskusiatautukarpendapatdalampenentuanbentukpelayananselanjutnya.

6. PeranSebagaiKonsultan
Perandisiniadlahsebagaitempatkonsultasiterhadapmasalahatautindakankeperawatan yang tepatuntukdiberikan.Peraninidilakukanataspermintaanklienterhadapinformasitentangtujuanpelayanankeperawatan yang diberikan.

7. PeranSebagaiPembeharu
Peransebagaipembaharudapatdilakukandenganmengadakanperencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematisdanterarahsesuaidenganmetodepemberianpelayanankeperawatan.
Peranperawatsebagaipembeharudipengaruhiolehbeberapafactor diantaranya :
- Kemajuanteknologi
- PerubahanLisensi-regulasi
- Meningkatnyapeluangpendidikanlanjutan
- Meningkatnyaberbagaitipepetugasasuhankesehatan.

Selainperanperawatmenurutkonsorsiumilmukesehatan, terdapatpembagianperanperawatmenuruthasillokakaryakeperawatantahun 1983 yang membagimenjadi 4 perandiantaranyaperanperawatsebagaipelaksanapelayanankeperawatan, peranperawatsebagaipengelolapelayanandaninstitusikeperawatan, peranperawatsebagaipendidikdalamkeperawatansertaperanperawatsebagaipenelitidanpengembangpelayanankeperawatan.


FungsiPerawat :

1. FungsiIndependen
Merupakanfungsimandiridantidaktergantungpada orang lain, dimanaperawatdalammelaksanakantugasnyadilakukansecarasendiridengankeputusansendiridalammelakukantindakandalamrangkamemenuhikebutuhandasarmanusiasepertipemenuhankebutuhanfisiologis (pemenuhankebutuhanoksigenasi, pemenuhankebutuhancairandanelektrolit, pemenhuankebutuhannutrisi, pemenuhankebutuhanaktivitas, dan lain-lain), pemenuhankebutuhankeamanandankenyamanan, pemenuhankebutuhancintamencintai, pemenuhankebutuhanhargadiridanaktualisasidiri.

2. FungsiDependen
Merupakanfungsiperawatdalammelaksanakankegiatannyaataspesanatauinstruksidariperawat lain. Sehinggasebagaitindakanpelimpahantugas yang diberikan.Hal inibiasanyadilakukanolehperawatspesialiskepadaperawatumum, ataudariperawat primer keperawatpelaksana.

3. FungsiInterdependen
Fungsiinidilakukandalamkelompoktim yang bersifatsalingketergantungan di antara tam satudenganlainyafungsainidapatterjadiapabilabentukpelayananmembutuhkankerjasamatimdalampemberianpelayanansepertidalammemberikanasuhankeperawatanpadapenderaita yang mempunyaipenyskitkomplekskeadaaninitidakdapatdiatasidengantimperawatsajamelainkanjugadaridokterataupunlainya, sepertidokterdalammemberikantandapengobatanbekerjasamadenganperawatdalampemantauanreaksiobat yang telah di berikan.

Untuk lebih jelas, KLIK »»  

LAPORAN PENDAHULUAN BLEFARITIS


LAPORAN PENDAHULUAN BLEFARITIS

A. PENDAHULUAN

Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak.Radang bertukak atau tidak pada tepi kelopak bisanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut.Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit.
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia, iritatif, dan bahan kosmetik. Infeksi kelopak dapat disebabkan kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, dan pseudomonas.Di kenal bentuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis.
Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket dan epiforia.Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis.
Biasanya blefaritis sebelum diobati dibersihkan dengan garam fisiologik hangat, dan kemudian diberikan antibiotik yang sesuia.Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah konjungtivitis, keratitis, hordeolum, kalazoin, dan madarosis.

B. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata. Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan ,kerusakan sistem imun atau kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin bakteri , sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat ditingkatkan dengan adanya dermatitis seboroik dan kelainan fungsi kelenjar meibom.

C. ANATOMI

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat penutup mata yang berguna untukmelindungi bola mata terhapat trauma, trauma sinar dan pengeringan mata.
Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.
Pada kelopak terdapat bagian-bagian :
• Kelenjar seperti kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat, kelenjar zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom pada tarsus.
• Otot seperti : M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. M. Orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. fasial. M. Levator palpebra berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
• Di dalam kelopak terdapak tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.
• Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosa berasal dari rima orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.


D. ETIOLOGI
Terdapat 2 jenis blefaritis, yaitu :
1. Blefaritis anterior : mengenai kelopak mata bagian luar depan (tempat melekatnya bulu mata). Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus dan seborrheik.Blefaritis stafilokok dapat disebabkan infeksi dengan Staphylococcus aureus, yang sering ulseratif, atau Staphylococcus epidermidis atau stafilokok koagulase-negatif. Blefaritis seboroik(non-ulseratif) umumnya bersamaan dengan adanya Pityrosporum ovale.
2. Blefaritis posterior : mengenai kelopak mata bagian dalam (bagian kelopak mata yang lembab, yang bersentuhan dengan mata). Penyebabnya adalah kelainan pada kelenjar minyak.Dua penyakit kulit yang bisa menyebabkan blefaritis posterior adalah rosasea dan ketombe pada kulit kepala (dermatitis seboreik).

E. KLASIFIKASI

1. Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid dan sulfisolksazol.Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan kapas basah.Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom (Meibormianitis), yang biasanya menyertai.1
2. Blefaritis Seboroik
Blefaritis sebore biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 Tahun), dengan keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan. Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar Meiborn, air mata berbusa pada kantus lateral, hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva.Pada kelopak dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan jaringan keropeng.
Blefaritis seboroik merupakan peradangan menahun yang sukar penanganannya.Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan membersihkan kelopak dari kotoran.Dilakukan pembersihan dengan kapas lidi hangat.Kompres hangat selama 5-10 menit. Kelenjar Meibom ditekan dan dibersihkan dengan shampoo bayi. Penyulit yang dapat timbul berupa flikten, keratitis marginal, tukak kornea, vaskularisasi, hordeolum dan madarosis.
3. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit.Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kulit di daerah akar bulu mata dan sering terdapat pada orang yang berambut minyak.Blefaritis ini berjalan bersama dermatitik seboroik.
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun oleh jamur. Pasien dengan blefaritis skuamosa akan terasa panas dan gatal. Pada blefaritis skuamosa terdapat sisik berwarna halus-halus dan penebalan margo palpebra disertai madarosis. Sisik ini mudah dikupas dari dasarnya mengakibatkan perdarahan.
Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan membersihkan tepi kelopak dengan shampoo bayi, salep mata, dan steroid setempat disertai dengan memperbaiki metabolisme pasien. Penyulit yang dapat terjadi pada blefaritis skuamosa adalah keratitis, konjungtivitis.
4. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna kekunung-kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang yang kecil dan mengeluarkan dfarah di sekitar bulu mata. Pada blewfaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai perdarahan. Penyakit bersifat sangat infeksius.Ulserasi berjalan lebih lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan rontok (madarosis).
Pengobatan dengan antibiotik dan higiene yang baik.Pengobatan pada blefaritis ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin.Biasanya disebabkan stafilokok maka diberi obat staphylococcus.Apabila ulseratif luas pengobatan harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi roboransia.
Penyulit adalah madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel rambut, trikiasis, keratitis superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan kalazion. Bila ulkus kelopak ini sembuh maka akan terjadi tarikan jaringan parut yang juga dapat berakibat trikiasis.
5. Blefaritis angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi staphylococcus pada tepi kelopak di sudut kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus eksternus dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi puntum lakrimal.Blefariris angularis disebabkan Staphylococcus aureus.Biasanya kelainan ini bersifat rekuren.
Blefaritis angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan Sengsulfat. Penyulit pada pungtum lakrimal bagian medial sudut mata yang akan menyumbat duktus lakrimal.
6. Meibomianitis
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akanmengakibatkan tanda peradangan lokal pada kelenjar tersebut. Meibomianitis menahun perlu pengobatan kompres hangat, penekanan dan pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai antibiotik lokal.

F. GAMBARAN KLINIK
Gejala :
1. Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga terbentuk sisik dan keropeng atau luka terbuka yang dangkal pada kelopak mata.
2. Blefaritis bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya.
Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah.
Bisa terjadi pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok.
3. Mata menjadi merah, berair dan peka terhadap cahaya terang.
Bisa terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika keropeng dilepaskan, bisa terjadi perdarahan.Selama tidur, sekresi mata mengering sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.
Tanda :
• Skuama pada tepi kelopak
• Jumlah bulu mata berkurang
• Obstruksi dan sumbatan duktus meibom
• Sekresi Meibom keruh
• Injeksi pada tepi kelopak
• Abnormalitas film air mata

G. DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata.

H. PENATALAKSANAAN

Pengobatan utama adalah membersihkan pinggiran kelopak mata untuk mengangkat minyak yang merupakan makanan bagi bakteri. Bisa digunakan sampo bayi atau pembersih khusus.Untuk membantu membasmi bakteri kadang diberikan salep antibiotik (misalnya erythromycin atau sulfacetamide) atau antibiotik per-oral (misalnya tetracycline).Jika terdapat dermatitis seboroik, harus diobati.Jika terdapat kutu, bisa dihilangkan dengan mengoleskan jeli petroleum pada dasar bulu mata.

I. PROGNOSIS

Pada blefaritis prognosis sangat baik dan dapat hilang dengan terapi.



Untuk lebih jelas, KLIK »»  

ASUHAN KEPERAWATAN THYPUS ABDOMINALIS


 ASUHAN KEPERAWATAN THYPUS ABDOMINALIS

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan,1990)
2. Anatomi Fisiologi
Susunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor (usus besar ), rektum dan anus. Pada kasus demam tifoid, salmonella typi berkembang biak di usus halus (intestinum minor). Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya
± 6 cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari : lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum disebut juga usus dua belas jari, panjangnya
± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selapu t lendir yang membukit yang disebut papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledikus) dan saluran pankreas (duktus wirsung/duktus pankreatikus). Dinding duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar
± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang ± 23 meter dari ileum dengan panjang 4 – 5 m. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tidak masuk kembali ke dalam ileum.
Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangata luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampang melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta yag menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan.
Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel, termasuk banyak leukosit. Disana-sini terdapat beberapa nodula jaringan limfe, yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ilium terdapat kelompok-kelompok nodula itu. Mereka membentuk tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang panjangnya satu sentimeter sampai beberapa sentimeter. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam usus (tifoid). Sel-sel Peyer’s adalah sel-sel dari jaringan limfe dalam membran mukosa. Sel tersebut lebih umum terdapat pada ileum daripada yeyenum. ( Evelyn C. Pearce, 2000)
Absorbsi. Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung dalam usus halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisis lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium.
Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang di absorbsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran – saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam betuk monosakarida.
Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan.
a. Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
b. Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
1. Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.
2. Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida
3. Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida

3. Patofisiologi
Kuman Salmonella Typi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typi kemudian menembud ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah melalui duktus thoracicus. Kuman salmonella typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin salmonella typi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang meradang.
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi. Perbedaaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalamanpun dapat mengalami kesulitan membuat diagnosis klinis demam tifoid.
Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya , yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisis hanya didapatkan suhu badan meningkat. dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi daan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.
4. Dampak Masalah
a. Pada pasien
1) Pola persepsi dan metabolisme
Nafsu makan klien meurun yang disertai dengan mual dan muntah.
2) Pola eliminasi
Klien tyfoid biasanya mengalami konstipasi bahkan diare.
3) Pola aktivitas dan latihan
Klien demam tyfoid haruslah tirah baring total untuk mencegah terjadinya komplikasi yang berakibat aktivitas klien terganggu. Semua keperluan klien dibantu dengan tujuan mengurangi kegiatan atau aktivitas klien. Tirah baring totalnya yang dapat menyebabkan terjadinya dekubitus dan kontraktur sendi.
4) Pola tidur dan istirahat
Terganngu karena klien biasanya gelisah akibat peningkatan suhu tubuh. Selain itu juga klien belum terbiasa dirawat di rumah sakit.
5) Pola penanggulangan stress
Pada pola ini terjadi gangguan dalam menyelesaikan permasalahan dari dalam diri klien sehubungan penyakit yang dideritanya.
b. Pada keluarga
1) Adanya beban mental sebagai akiabt dari salah satu anggota keluarganya dirawat di rumah sakit karena sakit yang di deritanya sehingga menimbulkan kecemasan.
2) Biaya merupakan masalah yang dapat menimbulkan beban keluarga. Bila perawatan yang diperlukan memerlukan perawatan yang konservatif yang lama di rumah sakit, akan memerlukan biaya yang cukup banyak, sehingga dapat menimbulkan beban keluarga.
3) Akibat klien di rawat di rumah sakit maka akan menambah kesibukan keluarga yang harus menunggu anggota keluarga yang sakit.

B. Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai empat tahapan yaitu pengkajian, perencanaan, palaksanaan dan evaluasi.
Proses keperawatan ini merupakan suatu proses pemecahan masalah yang sistimatik dalam memberikan pelayanan keperawatan serta dapat menghasilkan rencana keperawatan yang menerangkan kebutuhan setiap klien seperti yang tersebut diatas yaitu melalui empat tahapan keperawatan. (Proses keperawatan : 9 & 12)
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang digunakan. Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.
i) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan sakitnya.
j) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410 C, muka kemerahan.
b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.
b) Pemeriksaan urine
Didaparkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.
c) Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.
d) Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e) Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa positif dari infeksi Salmonella typhi.
f) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid.
b. Analisa data
Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisis untuk menentukan masalah klien. Untuk mengelompokkan data ini dilihat dari jenis data yang meliputi data subyek dan dan data obyek. Data subyek adalah data yang diambil dari ungkapan klien atau keluarga klien sedangkan data obyek adalah data yang didapat dari suatu pengamatan atau pendapat yang digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan. Data tersebut juga bisa diperoleh dari keadaan klien yang tidak sesuai dengan standart kriteria yang sudah ada. Untuk perawat harus jeli dan memahami tentang standart keperawatan sebagai bahan perbandingan apakah keadaan kesehatan klien sesuai tidak dengan standart yang sudah ada. (Lismidar, 1990)
c. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan. Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian data. Demam menggambarkan tentang masalah kesehatan yang nyata atau potensial dan pemecahannya membutuhkan tindakan keperawatan sebagai masalah klien yang dapat ditanggulangi. (Lismidar, 1990).
Dari analisa data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus demam tifoid dengan masalah peningkatan suhu tubuh adalah sebagai berikut.
1) Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi kuman Salmonella typhi
2) Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan.
3) Gangguan rasa nyaman (kebutuhan tidur dan istirahat) sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
4) Kecemasan sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
5) Potensial terjadinya gangguan intregitas kulit sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
6) Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan pemasangan infus.
2. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini meliputi penentuan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan tujuan dan kriteria hasil, merumuskan rencana tindakan dan mengemukakan rasional dari rencana tindakan. Setelah itu dilakukan pendokumentasian diagnosa aktual atau potensial, kriteria hasil dan rencana tindakan. ( Lismidar, 1990 : 34&44)
Rencana keperawatan yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan klien pada dasarnya sesuai dengan masalah yang ditemukan pada klien dengan demam tifoid dan hal ini sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ada. Perencanaan berisi suatu tujuan pelayanan keperawatan dan rencana tindakan yang akan digunakan itu untuk mencapai tujuan, kriteria hasil dan rasionalisai berdasarkan susunan diagnosa keperawatan diatas, maka perencanaan yang dibuat sebagai berikut :
a. Diagnosa keperawatan I
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi
1) Tujuan : suhu tubuh turun sampai batas normal
2) Kriteria hasil :
a) Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0 C
b) Klien bebas demam
3) Rencana tindakan
a) Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga
b) Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai es atau handuk pada tubu, khususnya pada aksila atau lipatan paha.
c) Peningkatan kalori dan beri banyak minuman (cairan)
d) Anjurkan memakai baju tipis yang menyerap keringat.
e) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan denyut nadi
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan terutama anti piretik.
4) Rasional
a) Dengan hubungan yang baik dapat meningkatkan kerjasama dengan klien sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan.
b) Pemberian kompres dingin merangsang penurunan suhu tubuh.
c) Air merupakan pangatur suhu tubuh. Setiap ada kenaikan suhu melebihi normal, kebutuhan metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan setiap ada kenaikan suhu tubuh.
d) Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap keringat yang keluar.
e) Observasi tanda-tanda vital merupakan deteksi dini untuk mengetahui komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil tindakan
f) Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan membunuh kuman Salmonella typhi sehingga mempercepat proses penyembuhan sedangkan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh.
b. Diagnosa keperawatan II
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan.
1) Tujuan : kekurangan
2) Kriteria hasil :
a) Mukosa mulut dan bibir tetap basah, turgor kulit normal.
b) Tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan) dalam batas normal.
3) Rencana tindakan
a) Monitor intake atau output tiap 6 jam
b) Beri cairan (minum banyak 2 – 3 liter perhari) dan elektrolit setiap hari.
c) Masukan cairan diregulasi pertama kali karena adanya rasa haus.
d) Hindarkan sebagian besar gula alkohol, kafein.
e) Timbang berat badan secara efektif.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan secara intravena.
4) Rasional :
a) Pemenuhan cairan (input) dan koreksi terhadap kekurangan cairan yang keluar serta deteksi dini terhadap keseimbangan cairan.
b) Cairan yang terpenuhi dapat membantu metabolisme dalam keseimbangan suhu tubuh.
c) Haluaran cairan di regulasi oleh kemampuan ginjal untuk memekatkan urine.
d) Gula, alkohol dan kafein mengandung diuretik meningkatkan produksi urine dan menyebabkan dehidrasi.
e) Kehilangan berat badan 2-5 % menunjukkan dehidrasi ringan, 5-9 % menunjukkan dehidrasi sedang.
f) Sebagai perawat melakukan fungsinya (independen) sebaik-baiknya.
c. Diagnosa keperawatan III
Gangguan rasa nyaman (kebutuhan istirahat dan tidur) sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
1) Tujuan : kebutuhan rasa nyaman (istirahat dan tidur) terpenuhi
2) Kriteria hasil :
a) Klien dapat/mampu mengekspresikan kemampuan untuk istirahat dan tidur.
b) Kebutuhan istirahat dan tidur tidak terganggu.
3) Rencana tindakan
a) Pertahankan tempat tidur yang hangat dan bersih dan nyaman.
b) Kebersihan diri (cuci mulut, gosok gig, mandi sebagian)
c) Mengkaji rutinitas istirahat dan tidur klien sebelum dan sesudah masuk rumah sakit.
d) Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan atau kebisingan.
e) Batasi pengunjung selama peroide istirahat dan tidur.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi (antipiretik).
4) Rasional :
a) Tempat tidur yang nyaman dapat memberi kenyamanan dalam masa istirahat klien.
b) Kebersihan diri juga dapat memberikan rasa nyaman dan dapat membantu kenyamanan klien dalam istirahat dan tidur.
c) Dapat memantau gangguan pola tidur dan istirahat yang dirasakan.
d) Lingkungan yang tidak tenang, bagi klien akan cepat menambah beban atau penderitaannya.
e) Pengunjung yang banyak akan mengganggu istirahat dan tidur klien.
f) Antipiretik dapat menurunkan suhu yang tinggi sehingga kebutuhan istirahat dan tidur klien terpenuhi atau gangguan yang selama ini dialami akan berkurang.
d. Diagnosa keperawatan IV
Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakitnya.
1) Tujuan : cemas berkurang atau hilang
2) Kriteria hasil :
a) Klien mengerti tentang penyakitnya, kecemasan hilang atau berkurang.
b) Klien menerima akan keadaan penyakit yang dideritanya.
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan pada klien tentang penyakitnya
b) Kaji tingkat kecemasan klien
c) Dampingi klien terutama saat-saat cemas.
d) Tempatkan pada ruangan yang tenang, kurangi kontak dengan orang lain, klien lain dan keluarga yang menimbulkan cemas.
4) Rasional :
a) Klien mengerti dan merespon dari penjelasan secara kooperatif.
b) Dapat memberi gambaran yang jelas apa yang menjadi alternatif tindakan yang direncanakan.
c) Klien merasa diperhatikan dan dapat menurunkan tingkat kecemasan.
d) Dengan ruangan yang tenang dapat mengurangi kecemasannya
e. Diagnosa keperawatan V
Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan pemasangan infus.
1) Tujuan : tidak terjadi infeksi pada daerah pemasangan infus.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
b) Infeksi tidak terjadi.
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi.
b) Mengganti atau merawat daerah pemasangan infus.
c) Lakukan pemasangan infus secara steril dan jangan lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan.
d) Cabut infus bila terdapat pembengkakan atau plebitis.
e) Observasi tanda-tanda vital dan tand-tanda infeksi di daerah pemasangan infus.
4) Rasional :
a) Klien dapat mengetahui tanda-tanda infeksi dn melaporkan segera bila terasa sakit di daerah pemasangan infus.
b) Mencegah terjadinya infeksi karena pemasangan infus yang lama.
c) Dengan cara steril adalah tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadinya infeksi.
d) Mencegah atau menghindari kondisi yang lebih buruk lagi akibat infeksi.
e) Dengan observasi yang dilakukan akan dapat mengetahui secara dini gejala atau tanda-tanda infeksi dan keadaan umum klien.
f. Diagnosa keperawatan VI
Potensial terjadi gangguan integritas kulit sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh
1) Tujuan : tidak terjadi gangguan intregitas kulit.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda gangguan integritas kulit (kemerahan, lecet).
b) Tidak terjadi luka lecet.
3) Rencana tindakan
a) Tingkatkan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan jika mungkin.
b) Ubah posisi tubuh tiap 2 jam sekali.
c) Anjurkan menjaga kulit tetap bersih dan kering.
d) Jaga suhu dan kelembaban lingkungan yang berlebihan.
4) Rasional :
a) Memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi penekanan yang berlebihan .
b) Merubah posisi tidur dapat memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi penekanan yang berlebihan di daerah yang menonjol.
c) Menjaga kulit tetap bersih dan kering dapat mengurangi masuknya penyakit yang menyebabkan infeksi.
d) Panas tubuh / demam dengan kelembaban lingkungan yang baik akan turun sesuai keadaan lingkungannya serta dapat mencegah terjadinya infeksi.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisiasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. dan meprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperewatan untuk melengkapi proses keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawatan untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, tetapi evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Diagnosa juga perlu dievaluasi untuk menentukan apakah realistik dapat dicapai dan efektif.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2; EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 6; EGC. Jakarta.
Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis Company. Philadelphia. USA.
Haznam M. W. (1992). Kompendium Diagnostik & Terapi Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Bandung.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Editor: Setiawan. EGC. Jakarta:
Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Smith, Cindy Grennberg. (1988). Nursing Care Planning Guides for Children. Baltimore. Williams & Wilkins
Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. FKUI. Jakarta.
SMF UPF Anak. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

Untuk lebih jelas, KLIK »»  

ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR OTAK


 ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR OTAK

Definisi :
Tumor otak adalah lesi intra kranial yang menempati ruang dalam tulang tengkorak
Klasifikasi Tumor Otak :
1. Tumor yang berasal dari lapisam otak (meningioma dural)
2. Tumor yang berkembang didalam / pada syaraf kranial
3.Tumor yang berasal didalam jaringan otak
4. Lesi metastatik yang berasal dari bagian tubuh mana saja
Patofisiologi :
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan.Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien.Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu.
Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial.Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak.Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaruingan otak.Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan.Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena ity tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intra kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat.Intrakranial yang cepat adalah bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).
Tanda dan Gejala
Menurut lokasi tumor :
1. Lobus frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkah laku aneh, sulit memberi argumenatasi/menilai benar atau tidak, hemiparesis, ataksia, dan gangguan bicara.
2. Kortek presentalis posterior
Kelemahan/kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari
3. Lobus parasentralis
Kelemahan pada ekstremitas bawah
4. Lobus Oksipitalis
Kejang, gangguan penglihatan
5. Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah
6.Lobus Parietalis
Hilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan penglihatan
7. Cerebulum
Papil oedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitas esndi
Tanda dan Gejala Umum :
1. Nyeri kepala berat pada pagi hari, main bertambah bila batuk, membungkuk
2. Kejang
3. Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial : Pandangan kabur, mual, muntah, penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia.
4. Perubahan kepribadian
5. Gangguan memori
6. Gangguan alam perasaa
Trias Klasik ;
- Nyeri kepala
- Papil oedema
- Muntah
Pemeriksaan Diagnostik ;
1. Rontgent tengkorak anterior-posterior
2.EEG
3. CT Scan
4. MRI
5. Angioserebral

Pengkajian :
1. Data klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung jawab, dll
2. Riwayat kesehatan :
- keluhan utama
- Riwayat kesehatan sekarang
- Riwayat Kesehatan lalu
- Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Pemeriksaan fisik :
• Saraf : kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan/kehilangan memori, afek tidak sesuai, berdesis
• Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur
• Pendnegaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
• Jantung : bradikardi, hipertensi
• Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler
• Sistem hormonal : amenorea, rambut rontok, diabetes melitus
• Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi
Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan pertukaran gas b.d disfungsi neuromuskuler (hilangnya kontrol terhadap otot pernafasan ), ditandai dengan : perubahan kedalamam nafasn, dispnea, obstruksi jalan nafas, aspirasi.
Tujuan : Gangguan pertukaran gas dapat teratasi
Tindakan :
- Bebaskan jalan nafas
- Pantau vital sign
- Monitor pola nafas, bunyi nafas
- Pantau AGD
- Monitor penururnan gas darah
- Kolaborasi O2
2. Gangguan rasa nyaman, nyer kepla b.d peningkatan TIK, ditndai dengan : nyeri kepala terutama pagi hari, klien merintih kesakitan, nyeri bertambah bila klien batuk, mengejan, membungkuk
Tujuan : rasa nyeri berkurang
Tindakan :
- pantau skala nyeri
- Berikan kompres dimana pada area yang sakit
- Monitor tanda vital
- Beri posisi yang nyaman
- Lakukan Massage
- Observasi tanda nyeri non verbal
- Kaji faktor defisid, emosi dari keadaan seseorang
- Catat adanya pengaruh nyeri
- Kompres dingin pada daerah kepala
- Gunakan teknik sentuham yang terapeutik
- Observasi mual, muntah
- Kolaborasi pemberian obat : analgetik, relaksan, prednison, antiemetik
3. Resiko tinggi cidera b.d disfungsi otot sekunder terhadap depresi SSP, ditandai dengan : kejang, disorientasi, gangguan penglihatan, pendengaran
Tujuan : tidak terjadi cidera
Tindakan :
- Identifikasi bahaya potensial pada lingkungan klien
- Pantau tingkat kesadaran
- Orientasikan klien pada tempat, orang, waktu, kejadian
- Observasi saat kejang, lama kejang, antikonvulsi,
- Anjurkan klien untuk tidak beraktifitas
4. Perubahan proses pikir b.d perubahan fisiologi, ditandai dengan disorientasi, penurunan kesadaran, sulit konsentrasi
Tujuan : mempertahankan orientasi mental dan realitas budaya
Tindakan :
- kaji rentang perhatian
- Pastikan keluarga untuk membandingkan kepribadian sebelum mengalami trauma dengan respon klien sekarang
- Pertahankan bantuan yang konsisten oleh staf, keberadaan staf sebanyak mungkin
- Jelaskan pentingnya pemeriksaan neurologis
- Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negatif
- Dengarkan klieen dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan klien/keluarga
- Instruksikan untuk melakukan rileksasi
- Hindari meninggalkan klien sendiri
5. Gangguan perfusi serebral b.d hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang
Tindakan :
- Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
- Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart
- Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
- Pantau tekanan darah
- Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur
- Pantau suhu lingkungan
- Pantau intake, output, turgor
- Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk, untah
- Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
- Tinggikan kepala 15-45 derajat
6. Cemas b.d kurang informasi tentang prosedur
Tujuan : rasa cemas berkuang
Tindakan :
- kaji status mental dan tingkat cemas
- Beri penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala
- Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian
- Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan piiran dan perasaan takut
- Libatkan keluarga dalam perawatan

DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, E Marylin (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
2. Engram, Barbara (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC
3. FKUI, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Gesapius
4. Reeves C, J, (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, Salemba Medika
5. Suddart, Brunner (2000), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC
6. Ganong, WF, (1996), Fisiologi Kedokteran, Jakarta, EGC
7. Talbot, LA (1997), Pengkajian Keperawatan Kritis, Jakarta, EGC

Untuk lebih jelas, KLIK »»