Senin, 28 Januari 2013

Askep Apendiksitis


BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
            Apendiksitis merupakan suatu keadaan yang sering terjadi dan membutuhkan operasi kegawatan perut pada anak. Diagnosisnya sulit pada anak-anak, merupakan faktor yang memberikan angka perforasi 30-60%. Resiko untuk perforasi terbanyak pada anak usia 1-4 tahun (70-75%) dan terendah pada remaja (30-40%), yang insiden tertingginya menurut umur adalah masa anak. Kejadian apendiksitis meningkat dengan bertambahnya usia, memuncak pada remaja dan jarang terjadi pada anak kurang dari 1 tahun.
            Perjelekan sejak mulainya gejala sampai perforasi biasanya terjadi setelah 36-48 jam. Jika diagnosis terlambat setelah 36-48 jam, angka perforasi menjadi 65%.
      Berdasarkan hal tersebut, peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sangat penting untuk meminimalkan dampak penyakit yang lebih lanjut.

B.     TUJUAN
1.    Tujuan Umum
      Setelah mengikuti program pendidikan belajar (PBK) pada stase anak, saya            mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan post apendiktomi.
2.    Tujuan Khusus
Dapat melakukan pengkajian, analisa data, memprioritaskan diagnosa keperawatan serta melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan post apendiktomi.







BAB II
TINJAUAN TEORI


A.    DEFINISI
            Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermoformis (kantung buntu diujung sekum). (Donna L Wong, 2004)
           
B.     PATOFISIOLOGI
Hiperplasia folikel limfoid, fekalid, cacing, striktur, kanker dapat menyebabkan obstruksi apendik  yang mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung. Makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding apendiks sehingga mengganggu aliran limfe dan menyebabkan dinding apendiks oedem, serta merangsang tonika serosa dan peritonium veceral. Persarafan  appendiks sama dengan usus, yaitu torakal X (vagus) maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit sekitar umbilikus, mukus yang terkumpul lalu terinfeksi oleh bakteri dan menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium bawah. Bila dinding appendiks yang telah rapuh pecah maka dinamakan appendikitis perforasi. Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis, appendiks yang relatif lebih panjang, dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang madsih kurang, maka perforasi akan lebih cepat.

C.    PATHWAY


D.    MANIFESTASI KLINIK
            Gejala utama dari appendiks adalah nyeri perut, rasa sakit ini disebabkan karena penyumbatan appendiks. Pada mulanya nyeri perut ini hilang timbul dan terasa di epigastrium atau regioumbilukus. Tiga gejala klasik terdiri atas nyeri, mual dan panas, Biasanya disertai anorexia, dan muntah, diare jarang terjadi  terdiri dari sedikit tinja berlendir yang disebabkan oleh iritasi kolon sigmoid. Jika terjadi iritasi pada kandung kemih bisa menimbulkan gejala kencing seperti sering dan terburu-buru.
      Bila proses radang telah menjalar ke peritonium perietal setempat, maka akan timbul nyeri lokal pada perut kanan bawah didaerah Mc. Burney seperti nyeri tekan. Pada perforasi, nyeri menjadi menyeluruh.
      Gejala umum lainnya adalah bising usus menurun atau hilang sama sekali, demam, mula-mula demam tidak begitu tinggi tetapi menjadi hiperpireksia bila terjadi perforasi, bila proses appendiksitis menjadi kronis maka gejala-gejala menjadi tidak jelas.

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Hitung darah lengkap, didapatkan leukositosis, neutropilia.
2.      Ultrasound, didapatkan fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
3.      Pemeriksaan foto abdomen, didapatkan fekalit berkalsifikasi.

F.     FOCUS PENGKAJIAN
1.      Anamnesis dan pemeriksaan fisik diarahkan pada penentuan tanda apendiksitis.
                  Aspek yang terkait riwayat yang mendukung diagnosis apendiksitis meliputi mulainya nyeri sebelum muntah dan diare, kehilangan nafsumakan, berpindahnya nyeri dari periumbilikus ke kuadran kanan bawah dan nyeri bertambah parah dengan pergerakan.
                  Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi tingkah laku anak dan keadaan perutnya. Anak dengan apendiksitis sering bergerak dengan berlahan dan terbatas, membungkuk ke depan dan sedikit pincang. Anak tersebut akan memegang kuadran kanan bawah. Perut kembung menunukkan suatu komplikasi seperti perforasi/obstruksi. Auskultasi bisa menunjukkan suara usus abnormal (hipoaktif) ketika terjadi perforasi.
                  Palpasi abdomen harus dilakukan dengan lembut, kuadran kanan bawah (titik McBurney, yaitu perpotongan lateral dan duapertiga dari garis yang menghubungkan spina iliaka superior anterior kanan dan umbilikus). Tanda fisik yang paling penting pada apendiksitis adalah nyeri tekan menetap pada saat palpasi.
2.      Observasi adanya tanda-tanda peritonitis.
      Tanda terjadinya perforasi adalah demam, hilangnya nyeri secara tiba-tiba setelah perforasi, peningkatan nyeri yang biasanya menyebar dan disertai kaku abdomen, distensi abdmen progresif,  menggigil.

G.    FOCUS INTERVENSI
1.      Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif didalam abdomen, perforasi pada apendiks.
      Kriteria hasil  : meningkatnya penyembuhan luka dengan benar,  bebas tanda
                             infeksi atau inflamasi.
      Intervensi :
·         Pantau tanda-tanda vital dan jumlah leukosit. Perhatikan adanya demam, menggigil, berkeringat, meningkatnya nyeri abdomen.
·         Beri perawatan luka dan penggantian balutan dengan menggunakan teknik septik.
·         Minotor insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema.
·         Beri antibiotik sesuai ketentuan.
2.      Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
      Kriteria hasil  : nyeri dapat terkontrol, tampak rileks, dapat tidur secara cukup.
      Intervensi :
·         Lakukan strategi nonfarmakologi untuk membantu anak mengatasi nyeri.
·         Gunakan strategi yang dikenal anak atau gambarkan beberapa strtegi dan biarkan anak memilih salah satunya.
·         Libatkan orang tua dalam pemilihan strategi.
·         Minta orang tua untuk membantu anak dengan menggunakan strategi selama nyeri aktual.
·         Beri obat analgesik sesuai ketentuan.
3.      Resiko tinggi cidera berhubungan dengan tidak adanya motilitas usus.
      Kriteria hasil  : anak tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan,
                             abdomen tetap lunak dan tidak distensi, anak tidak muntah
      Intervensi       :
·         Pertahankan puasa pada pascaoperasi.
·         Pertahankan dekompresi selang NGT
·         Kaji abdomen untuk adanya distensi, nyeri tekan dan bising usus.
·         Pantau keluarnya flatus dan feses.

INTERVENSI PASCABEDAH           :
1.      Cegah dan pantau adanya distensi abdomen
a.       Puasa
b.      Pertahankan tetap terbukanya tuba nasogastrik
c.       Kaji ketegangan dinding abdomen (keras, lunak)
2.      Cegah penyebab infeksi
a.       Lakukan perawatan luka sesuai indikasi dan pembuangan balutan yang benar.
b.      Berikan isolasi universal
3.      Pantau adanya tanda-tanda infeksi
a.       Pantau tanda-tanda vital sesuai intruksi
b.      Observasi luka untuk adanay tanda-tanda infeksi : panas, nyeri, bengkak dan kemerahan.
c.       Beri antibiotik : pantau respon anak
d.      Pantau tempat pemasangan infus
4.      Tingkatkan penyembuhan luka
a.       Lakukan perawatan luka : jaga agar tempat tersebut tetap kering dan bersih.
b.      Letakkan anak dalam posisi semi fowler untuk memudahkan drainase jika ada cairan.

5.      Kaji nyeri dan lakukan tindakan penghilang nyeri
a.       Ajarkan teknik distraksi untuk mengurangi rasa sakit.
b.      Lakukan tindakan-tindakan pemberi rasa nyaman seperti masase dan pemberian posisi yang nyaman.
6.      Bantu anak dan orang tua dalam mengatasi stress emosional karena hospitalisasi dan pembedahan.


























Tidak ada komentar:

Posting Komentar