ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK
A. Laporan Pendahuluan
1 Pengertian
Menurut
WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Stroke hemoragik
adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan
primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
(Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
2 Anatomi
fisiologi
a. Otak
Berat otak
manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu
serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan
diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer
serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri
terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang
bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang
berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih
tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer,
menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam
fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda
yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi
utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus
gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian
batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon
(otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air
liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius,
beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf
pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon
di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus.
Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting.
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan
pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan
pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
b. Sirkulasi
darah otak
Otak
menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh
manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri
yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium,
keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu
sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang
dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis
interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma
optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior
memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan
putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian
(terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks
somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis
kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons
dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris,
arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini
bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons,
serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri
posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian
lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena dialirkan dari
otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke
Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di
permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan
sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis,
dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
3 Patofisiologi
Hipertensi
kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter
mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.
Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio
talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria
vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama.
Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok
dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore
hari.
Jika
pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6
jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan
gejala klinik.
Jika
perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk
dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan
ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan
pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian
dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah
ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus
kaudatus, talamus dan pons.
Selain
kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen
vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam
dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 %
tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf
Misbach, 1999)
4 Dampak
masalah
a. Pada
individu
1) Gangguan
perfusi jaringan otak
Akibat
adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral,
edema otak
2) Gangguan
mobilitas fisik
Terjadi
karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif
3) Gangguan
komunikasi verbal
Akibat
menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan
otot wajah
4) Gangguan
nutrisi
Akibat
adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu
makan yang menurun
5) Gangguan
eliminasi uri dan alvi
Dapat
terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol
miksi
6) Ketidakmampuan
perawatan diri
Akibat
adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol
otot, menurunnya persepsi kognitif.
7) Gangguan
psikologis
Dapat
berupa ketakutan, perasaan tidak berdaya dan putus asa.emosi labil, mudah
marah, kehilangan kontrol diri,
8) Gangguan
penglihatan
Dapat
terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b. Pada keluarga
1) Terjadi
kecemasan
2) Masalah
biaya
3) Gangguan
dalam pekerjaan
B. Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
Pengkajian
merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah
klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan
perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a. Pengumpulan
data
Pengumpulan
data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang
menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
(Marilynn E. Doenges et al, 1998)
1) Identitas
klien
Meliputi
nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
2) Keluhan
utama
Biasanya
didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat
penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
4) Riwayat
penyakit dahulu
Adanya
riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius,
1995)
5) Riwayat
penyakit keluarga
Biasanya
ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2000)
6) Riwayat
psikososial
Stroke
memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini
dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono,
1996)
7) Pola-pola
fungsi kesehatan
a)Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya
ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi
dan metabolisme
Adanya
keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Biasanya
terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas
dan latihan
Adanya
kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e) Pola tidur dan
istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat
karena kejang otot/nyeri otot
f) Pola
hubungan dan peran
Adanya
perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi
dan konsep diri
Klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori
dan kognitif
Pada pola
sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola
reproduksi seksual
Biasanya
terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola
penanggulangan stress
Klien
biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata
nilai dan kepercayaan
Klien biasanya
jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)
8) Pemeriksaan
fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : umumnya mengelami
penurunan kesadaran
(2) Suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan
darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b) Pemeriksaan
integumen
(1) Kulit : jika klien kekurangan
O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan
jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya
clubbing finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada
kelainan
c) Pemeriksaan
kepala dan leher
(1) Kepala : bentuk normocephalik
(2) Muka : umumnya tidak simetris
yaitu mencong ke salah satu sisi
(3) Leher : kaku kuduk jarang
terjadi (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan
dada
Pada
pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun
suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk
dan menelan.
e) Pemeriksaan
abdomen
Didapatkan
penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat
kembung.
f) Pemeriksaan
inguinal, genetalia, anus
Kadang
terdapat incontinensia atau retensio urine
g) Pemeriksaan
ekstremitas
Sering
didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan
neurologi
(1) Pemeriksaan
nervus cranialis
Umumnya
terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(2) Pemeriksaan
motorik
Hampir
selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3) Pemeriksaan
sensorik
Dapat
terjadi hemihipestesi.
(4) Pemeriksaan
refleks
Pada fase
akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari
refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf
Misbach, 1999)
9) Pemeriksaan
penunjang
a) Pemeriksaan
radiologi
(1) CT
scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
(2) MRI
: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
(3) Angiografi
serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler. (Satyanegara, 1998)
(4) Pemeriksaan
foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b) Pemeriksaan
laboratorium
(1) Pungsi
lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2) Pemeriksaan
darah rutin
(3) Pemeriksaan
kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf
Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan
darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi
Widjaja, 1993)
b. Analisa data
Analisa
data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan
konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. (Nasrul Effendy, 1995)
c. Diagnosa
keperawatan
Diagnosa
keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang diperoleh
dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran
tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan
akan terjadi (potensial) di mana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas
wewenang
perawat. (Nasrul Effendy, 1995)
Adapun
diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1) Gangguan perfusi
jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
2) Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D.
Ignativicius, 1995)
3) Gangguan
persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf
sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)
4) Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D.
Ignativicius, 1995)
5) Gangguan
eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang
tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko
gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan (
Barbara Engram, 1998)
7) Kurangnya
pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D.
Ignativicius, 1995)
8) Resiko
gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram,
1998)
9) Resiko
ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks
batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia
uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif,
ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995)
2 Perencanaan
Rencana
asuhan keperawatan merupakan mata rantai antara penetapan kebutuhan klien dan
pelaksanaan keperawatan. Dengan demikian rencana
asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien
sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.
Rencana
asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan klien secara optimal agar dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling membantu
dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. (Nasrul
Effendy, 1995)
Rencana
keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
a Gangguan
perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral
1) Tujuan
:
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria
hasil :
- Klien
tidak gelisah
- Tidak
ada keluhan nyeri kepala
- GCS 456
- Tanda-tanda
vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20
kali permenit)
3) Rencana
tindakan
a) Berikan
penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan
otak dan akibatnya
b) Anjurkan
kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi
dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan
posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal
tipis)
e) Anjurkan
klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f) Ciptakan
lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga
lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk
mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui
setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan
tindakan yang tepat
d) Mengurangi
tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi
serebral
e) Batuk
dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
f) Rangsangan
aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki
sel yang masih viabel
b Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
1) Tujuan
:
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya
2) Kriteria
hasil
- Tidak
terjadi kontraktur sendi
- Bertambahnya
kekuatan otot
- Klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3) Rencana
tindakan
a) Ubah posisi
klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien
untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c) Lakukan gerak
pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan
kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e) Tinggikan
kepala dan tangan
f) Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
4) Rasional
a) Menurunkan
resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada
daerah yang tertekan
b) Gerakan aktif
memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan
pernapasan
c) Otot volunter
akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
c Gangguan
persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf
sensori
1) Tujuan
:
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara
optimal.
2) Kriteria
hasil :
- Klien
dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
- Klien
mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
- Klien
dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori
3) Rencana
tindakan
a) Tentukan
kondisi patologis klien
b) Kaji kesadaran
sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian
tubuh/otot, rasa persendian
c) Berikan
stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk
menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
d) Lindungi klien
dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada
klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan
yang normal
e) Anjurkan klien
untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh
yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti
stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit
melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
f) Hilangkan
kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g) Lakukan
validasi terhadap persepsi klien
4) Rasional
a) Untuk
mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana
tindakan
b) Penurunan
kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap
keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi,
meningkatkan resiko terjadinya trauma.
c) Melatih
kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu
klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang
terpengaruh.
d) Meningkatkan
keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
e) Penggunaan
stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang
sakit.
f) Menurunkan
ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan
sensori berlebih.
g) Membantu klien
untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.
d Gangguan
komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
1) Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara
optimal
2) Kriteria
hasil
- Terciptanya
suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien
mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
3) Rencana
tindakan
a) Berikan
metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
b) Antisipasi
setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c) Bicaralah
dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau
“tidak”
d) Anjurkan
kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e) Hargai
kemampuan klien dalam berkomunikasi
f) Kolaborasi
dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4) Rasional
a) Memenuhi
kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b) Mencegah
rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c) Mengurangi
kecemasan dan kebingungan pada saat
komunikasi
d) Mengurangi
isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e) Memberi
semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f) Melatih
klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
e Kurangnya
perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
1) Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria
hasil
- Klien
dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
- Klien
dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai
kebutuhan
3) Rencana
tindakan
a) Tentukan
kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
b) Beri
motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan
sikap sungguh
c) Hindari
melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan
d) Berikan
umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya
e) Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi/okupasi
4) Rasional
a) Membantu dalam
mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
b) Meningkatkan
harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin
menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri
dan meningkatkan pemulihan
d) Meningkatkan
perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara
kontinyu
e) Memberikan
bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi
kebutuhan alat penyokong khusus
f Resiko
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan
1) Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
3) Rencana
tindakan
a) Tentukan
kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b) Letakkan
posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
c) Stimulasi
bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan
diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d) Letakkan
makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan
dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah
untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat
menelan air
g) Anjurkan klien
menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien
untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi
dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan
melalui selang
4) Rasional
a)Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan
pada klien
b) Untuk
klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c)Membantu dalam melatih kembali sensori dan
meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan
stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan
e)Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan
tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
f) Makan
lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan
terjadinya aspirasi
g)Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan
menurunkan resiko terjadinya tersedak
h)Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak
yang meningkatkan nafsu makan
i) Mungkin
diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak
mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
g Gangguan
eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang
tidak adekuat
1) Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2) Kriteria hasil
- Klien
dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensi
feses lunak
- Tidak
teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising
usus normal ( 7-12 kali per menit )
3) Rencana
tindakan
a) Berikan
penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b) Auskultasi
bising usus
c) Anjurkan pada
klien untuk makan makanan yang mengandung serat
d) Berikan intake
cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
e) Lakukan
mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
4) Rasional
a) Klien dan
keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b) Bising usus
menandakan sifat aktivitas peristaltik
c) Diit seimbang
tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler
d) Masukan cairan
adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan
membantu eliminasi reguler
e) Aktivitas
fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan
merangsang nafsu makan dan peristaltik
f) Pelunak
feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses
dan membantu eliminasi
h Resiko
gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
1) Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2) Kriteria hasil
- Klien
mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien
mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak
ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3) Rencana
tindakan
a) Anjurkan untuk
melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b) Rubah posisi
tiap 2 jam
c) Gunakan bantal
air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d) Lakukan masase
pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e) Observasi
terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga
kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4) Rasional
a) Meningkatkan
aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari
tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari
tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari
kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan
pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan
keutuhan kulit
i Resiko
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil
:
- Klien
tidak sesak nafas
- Tidak
terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak
retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan
teratur, RR 16-20 x per menit
3) Rencana
tindakan :
a) Berikan
penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan
jalan nafas
b) Rubah
posisi tiap 2 jam sekali
c) Berikan
intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d) Observasi
pola dan frekuensi nafas
e) Auskultasi
suara nafas
f) Lakukan
fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a) Klien
dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
b) Perubahan
posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan
c) Air
yang cukup dapat mengencerkan sekret
d) Untuk
mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e) Untuk
mengetahui adanya kelainan suara nafas
f) Agar
dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
j Gangguan
eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi,
disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
1) Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
2) Kriteria hasil
:
- Klien
akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak
ada distensi bladder
3) Rencana
tindakan :
a) Identifikasi
pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b) Ajarkan
untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
c) Ajarkan
teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan
suprapubik, manuver regangan anal)
d) Bila
masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang
telah direncanakan
e) Berikan
penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila
tidak ada kontraindikasi)
4) Rasional :
a) Berkemih
yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih
b) Pembatasan
cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
c) Untuk
melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d) Kapasitas
kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga
memerlukan untuk lebih sering berkemih
e) Hidrasi
optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
3 Pelaksanaan
Pada tahap
ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada
tahap pencanaan. (Nasrul Effendy, 1995)
4 Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang
di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim
kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan,
patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai
apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang. (Lismidar, 1990).
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra (1999). Petunjuk Praktis
Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM,UCB Pharma
Indonesia, Jakarta.
Brunner / Suddarth., (1984). Medical Surgical
Nursing. JB Lippincot Company, Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku
Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes RI. (1996). Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Diknakes, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Donnad. (1991). Medical Surgical Nursing. WB
Saunders.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3, EGC, Jakarta.
Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis.
Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Harsono. (2000). Kapita Selekta Neurologi,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. (1996). Keperawatan
Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V. (1991). Medical
Surgical Nursing, A Nursing Process Approach An HBJ International Edition,
W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A.
(1995). Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach.2nd edition,
W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Islam, Mohammad Saiful. (1998). Stroke :
Diagnosis Dan Penatalaksanaannya. Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD
Dr. Soetomo, Surabaya.
Juwono, T. (1996). Pemeriksaan Klinik
Neurologik Dalam Praktek. EGC, Jakarta.
Lismidar, (1990). Proses Keperawatan,
Universitas Indonesia, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P. (1981). Neurologi
Klinis Dasar. PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M. (1995). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.
Rochani, Siti. (2000). Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia. Surabaya.
Satyanegara. (1998). Ilmu Bedah Saraf, Edisi
Ketiga. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro. (2000). Simposium Stroke,
Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III.
Bangkalan.
Widjaja, Linardi. (1993). Patofisiologi dan
Penatalaksanaan Stroke. Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar