Minggu, 09 Desember 2012

askep ATRESIA ESOPAGUS


ATRESIA ESOPAGUS

DEFENISI

            Atresia esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh kegagalan esofagus untuk mengadakan pasase yang kontinu : esophagus mungkin saja atau mungkin juga tidak membentuk sambungan dengan trakea ( fistula trakeoesopagus) atau atresia esophagus adalah kegagalan esophagus untuk membentuk  saluran kotinu dari faring ke lambung selama perkembangan embrionik adapun pengertian lain yaitubila sebua segmen esoofagus mengalami gangguan dalam pertumbuhan nya
( congenital)  dan tetap sebaga bagian tipis tanpa lubang saluran.
Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan esofagus . Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai oleh anomaly lain seperti penyakit jantung congenital. Untuk alas an yang tidak diketahui  esophagus dan trakea gagal untuk berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan kelima.
TIPE ATRESIA ESOFAGUS
ü  Tipe A
(5% sampai 8%) kantong buntu disetiap ujung asofagus, terpisah jauh dan     tanpahubungan ke trakea.
ü  Tipe B
(jarang) kantong buntu disetiap ujung esophagus dengan fistula dari trakea ke segmen esophagus bagian atas.
ü  Tipe C
(80% sampai 95%) segmen esophagus proksimal berakhir pada kantong buntu, dan segmen distal dihbungkan ke trakea atau bronkus primer dan fistula pendek pada atau dekat bifurkasi.
ü  TIPE D (jarang)
Kedua segmen esophagus atas dan bawah dihubungkan  ke trakea.
ü  TIPE E (jarang disbanding A atau C)
Sebaliknya trakea dan esophagus nomal dihubungkan dengan fistula umum.
ETIOLOGI
            Atresia esophagus disebabkan oleh tumor esophagus dan bayi lahir prematur, tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit ini. Dan ada alasan yang tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu ke empat dan ke  lima.
MANIFESTASI KLINIK
            Gambaran Atresia Di Tandai Dengan gangguan Proses Menelan waktu lahir dan terjadi gangguan pernapasan bila terjadi gangguan pernapasan bila bahan makanan teraspiasi kesana. Perlu penanggulangan bedah. Dan liur selalu meleleh dari mulut bayi dan berbui. Pada fistula trakea esophagus , cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru : oleh karena itu bayi sering sianosis. Pemberian minum dapat menyebabkan batuk atau seperti tercekik dan bayi sianosis.
            Kelainan bawaan ini biasanya terdapat pada bayi yang lahir dengan kehamilan hidramnion dan biasanya bayi dalam keadaan kurang bulan. Pada bayi kurang bulan ini, pemberian minum sering menyebabkan bayi tersebut menjadi biru dan apnea tampa batuk –batuk. Jika terdapat fistula trekoesofagus perut bayi tampak membuncit karena terisi udara. Bila dimasukkan kateter melalui mulut sepanjang 7.5 – 10 cm dari bibir, kateter akan terbentur pada ujung esophagus yang buntu: dan jika kateter didorong terus akan melingkar – lingkar di dalam esophagus yang buntu tersebut. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan memasukkan pipa radio-opak atau larutan kontras liopodol ke dalam esophagus dan dibuat foto toraks biasa.
EVALUASI DIAGNOSTIK
  1. Ketidak mampuan untuk melewati kekakuan, radiopage ukuran 8 sampai 10 kateter French kedalam lambung melalui hidung atau mulut
  2.  Sinar x palatum datar abdomen dan dada  dapat menunjukkan adanya  gas dalam lambung dan ujung kateter dalam kantung buntu.
  3.  Pemindaian ultra suara dapat menunjukkan TEF in utero pada beberapa bayi.
  4. EKG dan ekokardiogrm dapat dilakukan karena korelasi tiggi  pada anomaly jantung.
KOMPLIKASI PASCA OPERASI
1.      Kebocoran pada sisi anastomis
2.      fistula kambuhan
3.      Sirkulasi esophagus
4.      Repluksgastroesopagus dan esopagitis
5.      Trakeomalaisia
6.      Masalah makan dengan anak yang lebih besar
DIAGNOSIS
Ø   Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari ananese ditetapkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendakla dilakukan kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang dari 10 cm , maka harus didiga adanya  atresia esophagus.
Ø   Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar, harus dicurigai adanya atresia esfagus.
Ø   Segera setlah diberi minum, bay akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspiasi cairan kedam jalan nafas.
Ø   Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat  atresia. Pemberian kontras kedalam esophagus  dapat memberikan gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
Ø   Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau kosong untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus.  Hal ini dapat terlihat pada foto abdomen.


PENATALAKSANAAN
Medik
Pengobatan dilakukan dengan operasi
Keperwatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah as[irasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendakna dirawat dalam inkobator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering di lakukan bayi hendaknya dirangsang untuk menangi agar paru berkembang.
Tindakan
  1. Pada anak segera dipasan kateter ke dalam esofagus dan bila mungkin dilakukan pengisapan terus menerus.
  2. Posisi anak tidur tergantung pada ada tidaknya fistula, karena aspirasi cairan lambung lebih berbahaya dari saliva. Anak dengan fistula trakeoesofaus ditidurkan setengah duduk anak tanpa fistula diletakkan dengan kepala lebih rendah (posisi trendeleburg)
  3. Anak dipersiapkan untuk operasi segera. Apakah dapat dilakukan penutupan fistula dengan segera atau hanya dilakukan gastrotomi tergantung dari jenis kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu.
PROSES KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
            Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah berdasarkan tahapan-tahapan pada proses keperawatan.  tahap pengkajian merupakan tahap awal, disini perawat mengumpulkan semua imformasi  baik dari klien dengan cara observasi dan dari keluarganya.
            Lakukan penkajian bayi baru lahir.observasi manipestasi atresia esophagus dan fistula. Traekeoesofagus, saliva berlebihan, tersedat, sianosis, apnea

  1. Sekresi berlebihan , mengalirkan liur konstan,sekresi hidung banyak.
  2. Sianosis intermitten yang tidak diketahui penyebabnya.
  3. Laringaspasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi dalam kantong buntu.
  4. Distensi abdominal.
  5. Respon kekerasan setelah menelan makanan yang pertama atau kedua : bayi batuk dan tersedat saat cairan kembali melalui hidung dan mulut trejadi sianosis.
  6. Bayi sering premetur dan kehamilan munkun terkomplikasi oleh hydra amniaon (cairan amniotic berlebihan dalam kantong ).

DIANOSA KEPERAWATAN
 Masalah keperawatan yang munkin timbul pada klien dengan atersia esophagus
  1. Bersihan jalan napas tidak epektif.
  2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
  3. kesulitan menelan.

INTERVENSI KEPERAWATAN
v Manajemen kolaboratif
ü  Intervensi terapeutik
  1. Pengobatan segera terdiri dari penyokongan bayi pada sudut 30 derajat untuk mencegah refluks isi lambung : pengisapan kantong esophagus atas dengan selang replogleatau drai penampung; gastrostomi untuk mendekompresi lambung dan mencegah aspirasi ( selanjutnya digunakan untuk pemberian makan ) puasa, cairan diberikan IV.
  2. pengobatan secaa tepat terhadap proses patoogis pennerta,seperti pneumonitis atau gagal jantung kongestif.
  3. terapi pendukung meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan IV,antibiotic, dukungan pernapasa, dan mempertahankan lingkungan netral secara termal.
ü  Intervensi pembedahan
  1. Perbaikan primer segera: pembagian fistula diikuti oleh anatomisis esophagus segmen proksimal dan disal bila berat  bayi lebih dari 2000g dan tanpa pneumonia.
  2. Perlambatan jangka pendek (perbaiakan primer lanjut): untuk menstabilkan bayi dan mencegah penyimpangan bila bayi tidak dapat mentoleransi pembedahan dengan segera.
  3. Pentahapan:pada awalnya, pembagian fistula dan  gastrotomi dilakukan dengan anastomisis esophagus sekunder lanjut. Pendkatan dapat digunakan pad bayi yang masih sanhat kecil, prematr atau neonatus, yang sakit, atu bila anomal congenital berat.
  4. Esofagomiotomi servikal ( lubang buatan pada leher yang memungkinkan drainase esophagus bagian atas ) dapat dialakukan bila ujung esofagus terpisah terlau jauh: pengggantian esophagus dengansegmen usus pada usia 18 sampai 24 bulan.
v  Nutrisi kurang dari kebutuhan
Intervensi
1.      pada praoperasi waspada terhadap indikasi gawat napas: retrasi, sianosissirkomoral, gelisa, pernapasan cuping hidung, peningkatan frekuensi pernapasan dan jantung.
2.      Pantau tanda –tanda vital dengan sering terhadap perubahan pedatekanan darhdan nadi, yang dapat mengidikasikan dehidrasi atau kelebihan beban volume cairan.
3.      Catat masukan dan haluaran, termasuk drainase lambung (bila selang gastrotomiuntuk dekomensasi terpasang)
4.      Pantau terhadap distensi abdomen.
5.       pantau terhadap tanda gejala yang dapat menunjukkan anomaly congenital tambahan atau komplikasi.
6.      pada pasca operasi,kaji adanya kebocoran pada anastomisis yang menyebapkan mediastinitis dan pneumotoraks perhatikan saliva dalam selang dada, hipotermia dan hipertermia, gawat napas berat, sianosis, gelisah, nadi lemah.
7.      Lanjutkan untuk memantau komplikasi selama proses pemulihan :
Ø  Stritur pada anastomisis :kesulitan menelan, muntah atau memuntahkan kembali cairan yang diminum,menolak makan,demam(terjadi setelah aspirasi dan pneumonia)
Ø  Fistula berulang : batuk,tersedak, dan sianosis yang dikaitkan dengan distensi abnormal: episode berulang pneumonia : kondisi umum buruk (tidak ada penambahan berat badan)
Ø  Atelektasis atau pneumonitis :aspirasi dan gawat napas.

v  Bersihan jalan napas tidak efektif
Intervensi
  1. Posisi bayi dengan kepala ditinggikan 20 sampai 30 derajat untuk mencegah atau mengurangi refluks asam lambung kedalam percabangan trakeobronkial. Balik bayi dengan sering untuk mencegah atelektasis dan pneumonia.
  2. Lakukan pengisapan nasofaring intermitten atau pertahankan selang lumen ganda atau selang penampung dengan pengisapan konstan untuk mengeluarkan sekresi dari kantung buntu esophagus
    1. Jamin bahwa selang indwelling tetap paten, diganti sesuai kebutuhan, sedikitnya sekaliu setiap 12 sampai 24 jam lubang hidung yang digunakan harus bergantian. Cegah nekrosis lubang hidung dari tekanan oleh kateter
    2. Isap mulut untuk mempertahankan bebas sekresi dan mencegah aspirasi.
.
  1. Bila gastrotomi ditempatkan sebelum pembedahan definitive, pertahankan       selang yang mengalir sesuai gravitasi, dan jangan mengirigasi sebelum pembedahan.
4.      Tempatkan bayi dalam isolette atau dibawah penghangat radian dengan humiditas tinggi.
ü  Bantu dalam mengencerkan sekresi dan mucus yang kental.
ü  Pertahkan suhu bayi dalam zona termoneutral dan jamin isolasi lingkungan untuk mengcegah infeksi.
  1. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
  2. pertahankan puasa dan berikan cairan parenteral dan elektrolit sesuai ketentuan,untuk mencegah dehidrasi
  3. Sediakan dan kenali kebutuhan untuk prawatan kedaruratan atau resusitasi.
  4. Jelaskan prosedur dan kejadian penting pada orang tua segera mungkin orientasikan merka pada lingkungan RS dan ruang perwwatan tertentu.
  5. Biarkan keluarga menggendong dan membantu merawat bayi.
  6. Berikan ketenangan dan dorongan keluarga dengan sering, berikan dukungan tambahan melalui pekerja sosial,rohaniawan, konselor, sesuaikebutuhan.
Kesulitan menelan
  1. Perhatikan kepatenan jalan nafas, isap dengan sering sedikitnya setiap 1 sampai 2 jam, mungkin diperlukan setiap 5 sampai 10 menit.
ü  Minta ahli bedah untuk menandai keteter pengisap untuk menunjukan seberapa jauh keteter dapat dimasukkan dengan aman tanpa mengganggu anastomosis.
ü  Observasi terhadap tanda   sumbatan jalan nafas.
  1. Berikan fisioterapi dada sesuai ketentuan
ü  Ubah posisi bayi dengan membalik, rangsang supaya menangis untuk meningkatkan pengembangan penuh paru.
ü  Tinggikan kepala dan bahu 20 sampai 30 derajat
ü  Gunakan vibrator mekanis 2 sampai 3 hari pada pascaoperasi (untuk meminimalkan trauma pada anastomosis), diikuti dengan lebih banyak terapi fisik dada keras setelah hari ketiga.
  1. Lanjutkan penggunaan Isolette atau penghangat radian dengan kelembaban.
  2. Lanjutkan dengan penyediaan alat kedaruratan , termasuk mesin pengisap, keteter, oksigen, laringoskop, selang endotrakeal dalam berbagai ukuran.
  3. Berikan lanjitan IV sampai pemberian gastrostomi dapat dimulai.
  4. Mulai pemberian makan gastrostomi segera setelah diprogramkan karena nutrisi adekuat adalah factor penting dalam penyembuhan.
ü  Gastrostomi secara umum diletakkan pada drainase gravitasi selama 3 hari pascaoperasi, kemudian tinggikan dan biarkan terbuka untuk memungkinkan udara keluar dan penyaluran sekresi lambung ke dalam dupdenum sewaktu sebelum pemberian makan dimulai.
ü  Berikan bayi dot untuk mengisap selama pemberian makan, kecuali dikontraindikasikan.
ü  Cegah udara memasuki lambung dan menyebabkan distensi lambung dan kemungkinan refluks.
ü  Lanjutkan pemberian makan gastrostomi sampai bayi mentoleransi makan secara oral penuh.
  1. Pertahankan kepatenan drainase dada.
  2. Bila bayi telah mengalami esofagostomi servikal:
ü  Pertahankan area bersih dari saliva dan tempatkan bantalan penyerap diatas area.
ü  Sesegera mungkin, biarkan anak mengisap beberapa milliliter susu bersamaan dengan pemberian makan secara gastrostomi.
ü  Tingkatkan anak untuk makan padat bila tepat jika esofagostomi dipertahankan selama beberapa bulan.
  1. Mulai pemberian makan oral 10 sampai 14 hari setelah anastomosis.
  2. Coba untuk membuat saat makan adalah saat yang menyenangkan pada bayi. Gunakan pendekatan dan kesabaran konsisten.
  3. Anjurkan orang tua untuk menimang dan berbicara pada bayi.
  4. Berikan stimulasi visual, audiotorius dan taktil yang tepat untuk kondisi fisik dan usia bayi.
  5. Bantu untuk mengembangkan hubungan yang sehat antara orang tua anak melalui kunjungan fleksibel.
EVALUASI KEPERWATAN
            Pada tahap ini perawat menkaji kembali hal-hal perhan  dilakukan, berdasarkan pada criteria hasil yang telah ditetapkan.  Apabila masih terdapat masalah – masalah klien yang belum teratasi, perawat hendaknya menkaji kembali hal –hal yang berkenaan dengan masalah tersebut dan kembali melakukan intrvensi keperawatan. Sebaliknya bila masalah klin telah teratasi maka prlu dilakukan pengawasan dan  pengontrolan yang teratur untuk mencegah timbulnya serangan atau gejala – gejala yang memicu terjadinya serangan.

PEMBAHASAN KASUS
 I .  Data demografi
A.  Biodata
Nama                                                               
Jenis kelamin
Tempat tanggal lahir
Umur
Anak ke
Nama ayah
Nama ibu
Pendidikan ayah
Pendidikan ibu
Agama
Suku bangsa
Alamat
Tanggal masuk
Diagnosa medis
Sumber informasi

: Bayi A
: Laki-laki
: Makassar 12 Januari 2005
: -
: 1
: Arman
: Ratna
: SMA
: SMA
: Islam
: Bugis
: Hartako Blok K No. 12
:  -
:Atresia Esofagous
: Keluarga
            . 
 II.   Riwayat Keperawatan
1.Riwayat keperawatan sekarang
   1.1 Keluhan utama

   1.2 Faktor yang memperberat
   1.3 Upaya untuk mengatasi

2. Riwayat keperawatansebelumnnya
    2.1.(1).Prenatal
          (2).Natal
          (3).Postnatal
   2.2.Luka/operasi
   2.3.Alergi
3.  Riwayat Kesehatan Keluarga
    3.1.lingkungarumah dankomunitas
    3.2.Pendidikan dan pekerjaan    anggota keluarga
    3.3. Kultur dan kepecayaan
III. Pemeriksaan Fisik (head to toe)
      1.Khusus Neonatus
        1.1. Refleks moro
        1.2. Refleks menggenggam
        1.3. Refleks mengisap
        1.4. Tonus otot/aktifitas
        1.5. Kekuatan menangis

: Bayi sianosis, liur meleleh dari mulut       bayi
: Paru-paru bayi yang tidak berkembang
: Bayi dirangsang untuk menangis supaya paru  berkembang

: Baik
: Baik
: Bayi sesak nafas

: pada bagian esopagus
:
: kondisi lingkungan bersih dan bebas polusi-
: PNS

: Percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa


: Baik
: Baik
: Baik
: Ekstremitas sdikit fleksi
: Tidak ada





KLASIFIKASI  DATA
DATA SUBYEKTIF
-              Ibu klien selalu bertanya tentang penyakit anaknya
-              Ibu klien mengatakan anaknya sianosis dan liur meleleh
-              Ibu klien mengatakan anaknya mengalami kesulitan tidur
-              Ibi klien mengatakan anaknya susah makan
DATA OBYEKTIF
                               - TTV:
Nadi : 80 x/menit 
P      : 40 x/menit
S      : 36,5 º C
                                                             -    PB  : 40 Cm
                                                             -  BB :<2,5 Kg
                                                             -    Bayi nampak gelisah
                                                             -    Bayi selalu menangis
                                                             -    Terpasang selang gastrostomi
                                                             -    Klien nampak kurus

NO
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1
DS;
- Ibuklien mengatakan anaknya sianosis dan liur meleleh
DO:
-  TTV;
    N      : 80 x /menit
    P      : 40x /menit
  S      : 36,5ºC

Kegagalan esophagus dan trakea berdifresiasi selama masa gestasi


Fistula trakeoesofagus
Bolus makanan dari faring masuk dalam trakea
Aspirasi / sumbatan jalan napas

Pola napas tidak efektif
Bersihan jalan napas tidak efektif
2
DS ;
- Ibu klien mengatakan anaknya susah makan
DO :
 - Bayi selalu menangis
 - Bayi nampak kurus
Atresia esophagus
Striktur esophagus/ tumor intrinsik esophagus

Penyempitan lumen
Disfungsi spingter atas
 

Gangguan pristaltik
primer/peristaltic menurun

Disfagia/kesulitan menelan
Kesulitan menelan (dispagia)
3
DS:
-   Ibu klin mengatakan anaknya   kesulitan tidur
- Ibu klien selalu bertanya tentang penyakit anaknya
DO :
- Bayi nampak gelisah
- Bayi selalu menangis
Prosedur pembedahan
Perubahan status kes
 

Pemenuhan kebutuhanmenurun
 

Ketergantungan pada orang lain

Stressor psikologis

Anxietas
Ansietas
4
DS : -
DO:
- Terpasang selang gastrotomi


Resiko tinggi cedera

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d lubang abnormal antara esophagus dan trachea.
2.      Kesulitan menelan b/d obstruksi mekanis.
3.      Resiko tinggi cidera b/d prosedur pembedahan.
4.      Ansietas b/d kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pembedahan.
5.      Perubahan proses keluarga b/d anak dengan defek fisik.


DAFTAR FUSTAKA
  1. Ngastiyah. Perawatan anak sakit. Buku kedokteran. EGC,1997. Jakarta
2.  Sylvia A price, Lorraine m Wilson. Patofisiologi. Buku kedokteran, 
              EGC, 1997, Jakarta
3.  Ronna L Wong. Keperawatan pediatric.Buku kedokteran, EGC.2003.
               Jakarta.
4.  Robbins dan kumar.Patologi .Fakultas kedoteran. Universitas 
                Aerlangga, Edisi 4 ,EGC, 1995, Jakarta
5.  Ilmu kesehatan anak. Fakultas Kedokteran. EGC.1995. Jakata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar