BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
I.
Pengertian
Hiperplasia prostat jinak (benign prostatic hyperplasia) adalah pembesaran kelenjar
periurethral yang mendesak jaringan prostat keperifer dan menjadi simpai bedah
(pseudokapsul). BPH merupakan kelainan kedua tersering yang dijumpai pada lebih
dari 50% pria berusia diatas 60 tahun.
II.
Etiologi
Ada beberapa teori yang mengemukakan penyebab terjadinya
hipertropi prostat antar lain :
1.
Teori sel Stem ( Isaacs 1984,1987
)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa
berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel yang mati.Keadaan ini
disebut Steady State. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat
berproli serasi lebih cepat sehingga terjadi hiperplasia kelenjar penuretral.
2.
Teori Mc Neal ( 1987 )
Menurut Mc Neal pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang
letaknya sebelah proksimal dan spinater eksternal pada kedua sisi verumen tatum
di zona periuretral.
3.
Teori Di Hidro Testosteron ( DHT )
Testosteron yang diohasilkan oleh sel
leyding jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari
seluruh produksi testosteron. Sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Sebagian besar
testosteron dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk serum.
Bendung hormon ( SBH ) sekitar 20 %
testosteron berada dalam keadaan bebas dan testosteron bebas inilah yang
memegang peranan peranan dalam proses terjadinya pembesaran prostat
testosteron bebas dapat masuk ke dalam
sel prostat dengan menembus membran sel ke dalam sitoplasma sel prostat
sehingga membentuk DHT heseplar kompleks yang akan mempengaruhi asam RNA yang
menyebabkan terjadinya sintyesis protein sehingga dapat terjadi profilikasi
sel.
III.
Manifestasi Klinik
Gejala klinik dapat berupa :
- Frekuensi berkemih bertambah
- Nocturia
- Kesulitan dalam memulai (hesitency) dan mengakhiri berkemih
- Miksi terputus (hermittency)
- Urine masih tetap menetes setelah selesai berkemih (terminal dribbling)
- Pancaran miksi menjadi lemah (poor stream)
- Rasa nyeri pada waktu berkemih (dysuria)
- Rasa belum puas setelah miksi
Gejala kilinis tersebut diatas dapat terbagi 4 grade yaitu
:
1. Pada grade I (congestif)
a.
Mula-mula pasien berbulan-bulan
atau bertahun-tahun susah kencing dan
mulai mengedan.
b.
Kalau miksi merasa tidak puas.
c.
Urine keluar menetes dan puncuran
lemah.
d.
Nocturia.
e.
Ereksi lebih lama dari normal dan
libido lebih dari normal.
f.
Pada Citoscopy kelihatan hiperemia
dan orifreum urether internal lambat laun terjadi varises akhirnya bisa terjadi
pendarahan (blooding).
2. Pada Grade 2 (residual)
a.
Bila miksi terasa panas
b.
Nocturi bertambah berat
c.
Tidak dapat buang air kecil (kencing tidak puas)
d.
Bisa terjadi infeksi karena sisa air kencing
e.
Tejadi panas tinggi dan bisa
meninggal
f.
Nyeri pad daerah pinggang dan
menjalar keginjal.
3. Pada grade 3 (retensi urine)
a.
Ischuria paradorsal
b.
Incontinential paradorsal
4. Pada grade 4
a.
Kandung kemih penuh.
b.
Penderita merasa kesakitan.
c.
Air kencing menetes secara periodik (overflow incontinential).
d.
Pada pemeriksaan fisik yaitu
palpasi abdomen bawah untuk meraba ada
tumor kerena bendungan hebat.
e.
Dengan adanya infeksi penderita
bisa meninggal dan panas tinggi sekitar
40-41 C.
f.
Kesadaran bisa menurun.
g.
Selanjutnya penderita bisa
koma
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat
dikelompokan dalam empat (4) derajat gradiasi
sebagai berikut :
Derajat
|
Colok Dubur
|
Sisa Volume Urine
|
I
II
III
IV
|
Penonjolan prostat, batas atas
mudah diraba.
Penonjolan prostat jelas, batas
atas dapat mudah dicapai.
Batas atas prostat tidak dapat
diraba
|
< 50 ml
50 – 100 ml
> 100 ml
Retensi urine total
|
IV.
Pathofisiologi
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan
keseimbangan testoteron estrogen, karena produksi testoteron menurun dan
terjadi konversi testoteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa diperifer.
Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi
anatomik. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada
leher vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal.
Penonjolan serat detrusor kedalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat
seperti balok yang disebut tuberkulasi. Fase penebalan detrusor ini disebut
fase kompensasi otot dinding. Apabila kedaan ini berlanjut maka detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
berkontraksi sehingga terjadi retensi urine.
Biasanya ditemukan gejala obstruksi dan iritasi. Gejala
obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi sehingga kontraksi menjadi
terputus.Gejala iritasi terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak
sempurna saat miksi atau pembesaran prostat yang menyebabkan rangsangan pada
kandung kemih, vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Apabila vesika
menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sihingga pada akhir miksi
masih ditemukan sisa urine dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas
pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi
kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi.
Karena produksi urine terus terjadi maka vesika tidak mampu
lagi menampung urine sehingga tekanan intra vesika terus meningkat melebihi
tekanan tekanan sfingter dan obstruksi sehingga menimbulkan inkontinensia
paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroueter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Prose kerusakan ginjal dipercepat apabila
terjadi infeksi. Sisa urine yang terjasi selama miksi akan menyebabkan
terbentuknya batu endapan yang dapat menyebabkan hematuria, sistisis dan
pielonefritis.
V.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Pemeriksaan radiologik seperti
foto polos abdomen dan pielografi intravena.
2.
USG transabdominal atau
transrektal (transrectal ultrasonography), untuk mengetahui pembesaran prostat,
menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urine dan keadaan patologi lain
(tumor, divertikel, batu).
3.
Systokopi.
4.
IVP
5.
Urinalisa dan Kultur urine.
VI.
Komplikasi
Ø Retensi Urine
Ø Perdarahan
Ø Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi.
Ø Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
Ø Hidroureter
Ø Hidronefrosis
Ø Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
Ø Hipertensi, Uremia
Ø Prolaps ani/rectum, hemorroid.
Ø Gagal ginjal
VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dilakukan berdasarkan derajat berat-ringannya
hipertrofi prostat.
1. Derajat I; biasanya belum membutuhkan tindakan pembedahan. Pengobatan
konservatif yang dapat diberikan adalah penghambat adrenoreseptor alfa seperti;
alfazosin, prazosin, dan terazosin.
2.
Derajat II; merupakan indikasi untuk melakukan
pembedahan. Biasanya dianjurkan untuk dilakukan reseksi endoskopik melalui
urethra (trans urethra resection).
3.
Derajat III; pada derajat ini reseksi
endoskopik dapat dilakukan secara terbuka. Pembedaahan terbuka dapat dilakukan
melalui transvesikel, retropibik atau perineal.
4.
Derajat IV; pada derajat ini tindakan pertama
adalah membebaskan klien dari retensi urine total, dengan memasang kateter atau
sistostomi. Selanjutnya dapat dilakukan pembedahan terbuka. Untuk klien dengan
keadaan umum lemah dapat diberikan pengobatan konservatif yaitu penghambat
adrenoreseptor daan obat antiandrogen.
Pengobatan invasif lainnya ialah pemanasan prostat dengan
gelombang mikro yang disalurkan kekelenjar prostat. Juga dapat digunakan cahaya
laser yang disebut transurethral
ultrasound guide laser induced prostatecthomy.
VIII. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1.
Sirkulasi ;
peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2.
Eliminasi ;
penurunan kekuatan /dorangan aliran urine
keragu-raguan berkemih awal.
Ketidak mampuan mengosongkan kandung kemih
Nukturia, Disuria Dan Hematurioa
ISK berulang, riwayat batu (stetis urine)
Konstipasi
Massa pada dibawah abdomen.
Nyeri tekan kandung kemih
Hernia ingiunalis
3.
Makanan dan Cairan; Anoreksia, mual, muntah, Penurunan
berat badan.
4.
Nyeri :
Nyeri supra pubis, nyeri panggul,punggung bawah.
5.
Kecemasan ;
Demam
6.
Seksualitas ; Takut incontunesia atau menetes selama
hubungan seksual
Penurunan kontruksi ejakolansi
Pembesaran, nyeri tekan pada prostat.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan eliminasi retensi urine
berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot
destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontruksi dengan adekuat
ditandai dengan frekuensi keraguan berkemih, ketidakmampuan mengosongkan
kandung kemih, distensi kandung kemih.
2.
Nyeri berhubungan dengan iritasi
mukosa , ditandai : keluhan nyeri
meringis, gelisah.
3.
Resiko kekurangan kekurangan
volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal,
seperti pendarahan melalui kateter, muntah.
4.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan, kemungkinan prosedur bedah di tandai: peningkatan tekanan,ketakutan,
kekhawatiran.
5.
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses penyakitnya ditandai: klien
sering menanyakan tentang keadaan
penyakitnya.
C. Intervensi/Rasional
o
Gangguan eliminasi retensi berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat, dekonpensasi otot destrusor.
Tujuan :
-
Berkemih dengan jumlah yang cukup
tak teraba disertai kandung kemih.
-
Menunjukkan residu pasca berkemih
kurang dari 50 ml dengan tak adanya tetesan/kelebihan aliran.
Intervensi :
1.
Dorong klien untuk berkemih tiap 2
sampai 4 jam.
Rasional : meminimalkan retensi urine
berlebihan pada kandung kemih.
2.
Observasi aliran urine. Perhatikan
ukuran dari kekuatan
Rasional: berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan piulihan intervensi
3.
Awasi dan catat waktu, jumlah tiap
berkemih. Perhatikan penurunan pengeluaran urine dan perubahan berat jenis.
Rasional: retensi
urinr meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan bagian atas yang dapat
mempengaruhi ginjal.
4.
Anjurkan untuk minum air 3000 ml/hari
Rasional: peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan
membersihkan ginjal, kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
5.
Lakukan kateterisasi dan perawatan parianal.
Rasional: menurunkan resiko infeksi asendens.
6.
Kolaborasi pemberian Obat anti
spasmodik, suoasitoria rektal, antibiotik
Rasional : menghilangkan spasme kandung kemih, sedangkan antibiotik untuk
melawan infeksi.
o
Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih,kolik
ginjal,infeksi urinaria.
Tujuan :
-
Melaporkan nyeri hilang /
terkontrol
-
Tampak rileks.
-
Mampu untuk tidur/istirahat dengan
tepat
Intervensi :
1.
Kaji tingkat nyeri
Rasional: memberi
informasi dalam keefektifan intervensi.
2.
Plester selang drainase pada paha
dan keteter pada abdomen.
Rasional: mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis
skrotal.
3.
Pertahankan tirah baring.
Rasional: mungkin diperlukan pada awal retensi akut namun ambulasi dini
dapat memperbaiki pola berkemih normal.
o
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan drainase
kandung kemih yang terlalu distensi
secara kronik.
Tujuan :
-
Mempertahankan hidrasi adekauat
dibuktikan oleh tanda vitat stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik
membran mukosa lembab.
Intervensi :
1.
Awasi output cairan tiap jam dan
catat pengeluaran urine
Rasional: diuresis cepat dapat mengakibatkan kekurangan volume total cairan
karena tidak cukupnya jumlah natrium diabsorpsi dalam tubulus ginjal.
2.
Anjurkan infek oral berdasarkan
kebutuhan individu
Rasional: hemostatis,
pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi hipopolemik
3.
Awasi tekanan darah dan nadi
obserfasi pengisian kafiler dan membran mukosa oral.
Rasional : deteksi
dini adanya hipopolemik sistem
4.
Kolaborasi pemerian cairan IV
(garam faal hipertonik) sesuai kebutuhan.
Rasional : pemberian cairan IV menggantikan cairan dan natrium yang hilang
untuk mencegah / memperbaiki hipopolemik.
o
Ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan kemungkinan prosedur bedah.
Tujuan:
-
Tampak rileks
-
Melaporkan ansietas menurun sampai
tingkat dapat ditangani
-
Menyatakan pengetahuan yang akurat
tentang situasi
Intervensi :
1.
Bina hubungan saling percaya pada
pasien atau keluarganya selalu ada di dekat pasien.
Rasional: menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu
2.
Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan
apa yang akan terjadi contoh; kateter
urine berdarah.
Rasional: membantu
pasien maemahami tujuan dari apa yang
dilakukan dan mengurangi masalah kesehatan karena ketidaktahuan termasuk
ketakutan akan kanker.
3.
Dorong pasien/orang terdekat untuk
menyatakan masalah.
Rasional: mendefenisikan
masalah memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan
konsep dan solusi pemecahan masalah.
o
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses pengobatan.
Tujuan:
-
Menyatakan pemahaman proses
penyakit.
-
Berpartisipasi dalam proses
pengobatan
Intervensi :
1.
Kaji ulang proses penyakitb
pengalaman pasien.
Rasional:
memberikan dasar pengetahuan di mana
pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.
2.
Dorong menyatakan rasa
takut/perasaan dan perhatian.
Rasional: membantu pasien mengalami perasaan
dapat merupakan rehabilitasi vital.
D. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan
dilakukan berdasarkan rencana tindakan keperawaatan yanag telah disusun
tersebut diatas.
E. Evaluasi
Tahap ini dilakukan dengan mengevaluasi tujuan yang telah
dibuat, apakah tujuan pelaksanaan tindakan keperawatan telah mencapai kriteria
hasil yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
- Corwin, J. Elizabeth, 2001, Buku Saku Pathofisiologi, EGC, Jakarta.
2.
Doenges, Moorhouse & Geissler,
2001, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit EGC, Jakarta.
3. Brunner & Suddarth, 2001, Keperawatan
Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 3,
EGC, Jakarta.
4. Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 1997, Ilmu Bedah,
Penerbit EGC, Jakarta.
5. Price & Wilson, 1995, Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Penerbit EGC, Jakarta.
6. Staf Pengajar Patologi Anatomi FKUI, 1993,
Patologi,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar